Mardiana Makmun / MAR Selasa, 24 Juli 2018 | 22:02 WIB
Jakarta–Istiqomah senang. Karyawan bagian adminsitrasi di perusahaan telekomunikasi itu kini bisa kuliah program sarjana. Sebelumnya, dia kebingungan mengatur waktu antara bekerja dan kuliah.

“Sebelumnya saya kuliah reguler tetapi karena waktu perkuliahan hanya satu minggu sekali, sementara saya juga harus bekerja, itu tidak cukup buat saya,” cerita Istiqomah kepada Investor Daily.

Perempuan muda itu pun akhirnya memilih kuliah dengan sistem perpaduan online dan offline. Blended learning istilahnya. “Dengan blended leraning, saya bisa belajar dengan mendownload materi perkuliahan secara online, live dengan di waktu tertentu, dan bertemu secara online dengan dosen dan teman-teman kuliah lain di akhir pekan. Ini lebih fleksibel buat saya yang karyawan,” cerita Istiqomah.

Blended learning kini sedang diminati oleh para karyawan yang ingin kuliah tetapi kesulitan mengatur waktu untuk pergi ke kampus setiap hari.

Novistiar Rustandi, CEO sekaligus Co-founder dari HarukaEDU, mengatakan, Indonesia kekurangan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi dan memiliki keahlian yang dibutuhkan industri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, dari 115 juta pekerja di Indonesia, hanya 8% yang memiliki gelar sarjana. Sementara itu, tuntutan pada tenaga kerja Indonesia di era digital ekonomi semakin tinggi dengan adanya digitalisasi, otomasi, dan kecerdasan buatan.

Dikutip dari sebuah studi yang dilakukan oleh McKinsey Global Institute, (Skill Shift Automation and the Future of the Workforce, McKinsey Global Institute, Mei 2018), kebutuhan higher cognitive skills dan technological skills akan meningkat sebesar masing-masing 8% dan 55% pada tahun 2030 dibanding tahun 2016. Selain itu, permintaan terhadap tenaga kerja kompeten dan memiliki keahlian di Indonesia akan meningkat pesat hingga 113 juta orang pada tahun 2030 sehingga menyebabkan kekurangan tenaga kerja ahli sebesar 9 juta (The archipelago economy: Unleashing Indonesia’s potential, McKinsey Global Institute, 2012).

“Karena itu HarukaEdu meluncurkan Pintaria, sebuah online platform untuk pendidikan dan pelatihan. Salah satu program penting yang tersedia di Pintaria adalah program kuliah blended learning. Berbeda dengan kuliah online, pada kuliah blended learning, proses pembelajaran dilakukan dengan metode campuran online dan offline (tatap muka),” jelas Novistiar saat peluncuran Pintaria.com di Jakarta, Selasa (24/7).

Program kuliah blended learning menawarkan jadwal kuliah yang lebih fleksibel sehingga mahasiswa bisa tetap meraih gelar sarjana di sela-sela kesibukan bekerja. “Selain itu, program ini menawarkan kelebihan dibandingkan kuliah online karena masih memberikan kesempatan kepada mahasiswa dan dosen untuk berinteraksi secara langsung pada saat kuliah tatap muka” ujar Novistiar.

“Selain tatap muka di akhir pekan, tatap muka juga dilakukan saat pendaftaran kuliah dan setiap ujian,” kata Ketua Sekolah Tinggi Manajemen (STM) Labora Prof.Dr.Bernard T.Widjaja, M.M yang membuka program manajemen untuk blended learning ini.
Tak hanya itu, metode kuliah blended learning dapat menjadi solusi cerdas yang tidak hanya memberikan kemudahan dari sisi sisi waktu dan jarak, tetapi juga biaya. “Pintaria bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi swasta (PTS) untuk program perkuliahan blended learning ini, namun dengan syarat PTS tersebut bersedia menurunkan biaya kuliah 50% dibanding biaya kuliah reguler,” ungkap Novistiar.

Pintaria menawarkan berbagai macam program kuliah blended learning yang diselenggarakan oleh 10 perguruan tinggi swasta ternama di Jakarta dan Bandung dengan akreditasi program studi A dan B. “Banyak dari perguruan tinggi swasta tersebut memberikan kemudahan pembayaran biaya kuliah dengan cara dicicil mulai dari Rp 700 ribuan per bulan,” tambah Novistiar.
Adapun perguruan tinggi swasta mitra Pintaria yang menyelenggarakan program kuliah blended learning adalah Institut Teknologi Harapan Bangsa (ITHB), PPM Manajemen, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI), Sekolah Tinggi Manajemen (STM) Labora, Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS), Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA), Universitas MH Thamrin (UMHT), Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Universitas Pembangunan Jaya (UPJ), dan Universitas Sahid (USAHID)

Sumber: Investor Daily