Skill Mismatch di Indonesia Penyebab, Dampak, dan Solusinya

by Pintar

Kamu mungkin pernah mendengar tentang istilah "skill mismatch", fenomena yang terjadi di angkatan kerja di Indonesia. Apa sebenarnya maksud dari istilah ini, dan mengapa hal ini bisa terjadi? Yuk simak penjelasannya di bawah ini!

Apa Itu Skill Mismatch?

Skill mismatch adalah kondisi ketika keahlian yang dimiliki oleh pekerja tidak sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan pekerjaan yang ada. Dalam konteks Indonesia, fenomena ini sering terlihat. Banyak lulusan perguruan tinggi yang kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka, atau sebaliknya, banyak perusahaan yang mengeluhkan sulitnya menemukan tenaga kerja dengan keahlian yang tepat.
Menurut Tentua dan Winarko (2020), hasil analisis dari survei angkatan kerja 2015 menunjukkan bahwa angka vertical mismatch mencapai 53,33%, sedangkan horizontal mismatch mencapai 60,52%. Artinya, lebih dari setengah angkatan kerja di Indonesia bekerja dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan tingkat pendidikannya dan/atau dengan bidang yang mereka tekuni.

Jenis-Jenis Skill Mismatch

Vertical Mismatch
Vertical mismatch adalah ketidakcocokan antara tingkat pendidikan pekerja dengan tingkat pendidikan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja. Contohnya, jika perusahaan membuka lowongan pekerjaan yang cocok untuk lulusan SMA, tetapi kemudian merekrut lulusan S1 karena ada suplai pendaftar yang besar dan bisa diupah dengan harga yang sama dengan lulusan SMA. Lulusan S1 yang direkrut berarti adalah pekerja yang overqualified (tingkat pendidikan melebihi kualifikasi yang dibutuhkan).

Horizontal Mismatch
Horizontal mismatch adalah ketidakcocokan antara bidang studi atau keterampilan yang ditekuni oleh pekerja dengan pekerjaan yang dijalankannya. Contohnya, lulusan ilmu keperawatan yang bekerja di bidang human resource berarti mengalami horizontal mismatch.

Skill Gap
Istilah ini mengacu pada perbedaan antara keterampilan yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan dengan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan atau pencari kerja. Contohnya pekerja pada pabrik otomotif yang menggunakan teknologi baru akan mengalami skill gap jika ia tidak dapat mengoperasikan teknologi tersebut.

Skill Shortage
Skill shortage terjadi ketika terjadi kekurangan individu dengan keterampilan tertentu di pasar tenaga kerja, sehingga sulit bagi pemberi kerja untuk mengisi peran pekerjaan tertentu. Misalnya, kini banyak perusahaan yang membutuhkan ahli cyber security (keamanan siber), tetapi jumlah profesional di bidang ini masih belum banyak.

Skill Obsolescence
Skill obsolescence merujuk pada fenomena di mana keterampilan tertentu menjadi ketinggalan zaman atau tidak relevan karena perubahan dalam teknologi, permintaan pasar, atau praktik industri. Contohnya, keterampilan memperbaiki mesin tik kini sudah tidak banyak lagi dibutuhkan karena mesin tik tidak lagi banyak digunakan.

Akar Masalah Skill Mismatch

Pertanyaan besar yang harus kita jawab adalah, "Mengapa skill mismatch terjadi?" Berikut beberapa faktor yang berperan antara lain:

1. Kurikulum Pendidikan yang Tidak Sinkron
Kurikulum pendidikan di Indonesia sering kali tidak sejalan dengan kebutuhan industri. Ini membuat lulusan perguruan tinggi seringkali tidak memiliki keahlian praktis yang dibutuhkan di dunia kerja.

2. Perubahan Cepat di Dunia Kerja
Kemajuan teknologi dan perubahan tren bisnis membuat kebutuhan skill di dunia kerja berubah dengan cepat, sementara sistem pendidikan belum cukup responsif mengikutinya.

3. Kurangnya Pelatihan dan Pengembangan Skill
Berdasarkan data BPS tahun 2022, hanya 12% angkatan kerja Indonesia yang pernah menerima pelatihan kerja. Pemberian pelatihan kerja tentu dapat mengurangi kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki pekerja dengan kebutuhan industri.

(Baca juga: Trend Skill Global Masa Kini)

Dampak Skill Mismatch

Skill mismatch bukan hanya masalah bagi individu, tetapi juga bagi ekonomi negara secara keseluruhan. Karena skill mismatch, produktivitas tenaga kerja menjadi tidak optimal dan ini berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu, skill mismatch juga bisa menyebabkan masalah berikut:

1. Masalah untuk Tenaga Kerja
A. Tenaga kerja yang overeducated memiliki pendapatan yang lebih rendah dari seharusnya
Pekerja yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka, seringkali menerima gaji yang lebih rendah dibandingkan jika mereka bekerja di posisi yang sesuai dengan tingkat pendidikan mereka. Ini karena mereka mungkin bekerja di peran yang tidak memanfaatkan sepenuhnya keterampilan dan pengetahuan yang mereka peroleh melalui pendidikan mereka.

B. Pekerja di bidang yang tidak sesuai memiliki pendapatan yang lebih rendah dari seharusnya
Ketika seseorang bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan atau pelatihannya, mereka bisa mendapatkan pendapatan yang lebih rendah dibandingkan jika mereka bekerja di bidang yang sesuai dengan keterampilan dan pengetahuannya. Menurut Handayani & Hasibuan (2021) di Indonesia, perbedaan pendapatan tersebut diperkirakan mencapai 5,89%. Hal ini dikarenakan pekerja mungkin tidak dapat memanfaatkan keahlian khusus yang mereka miliki untuk meningkatkan produktivitas dan kinerjanya di tempat kerja.

C. Adanya ketidakpuasan dari tenaga kerja
Skill mismatch juga bisa menyebabkan ketidakpuasan di antara tenaga kerja. Pekerja yang merasa bahwa keterampilan dan pendidikan mereka tidak dimanfaatkan sepenuhnya atau yang bekerja di bawah tingkat kualifikasi mereka bisa merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka. Ini bisa menyebabkan penurunan motivasi, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi produktivitas dan kinerja kerja mereka.

2. Masalah untuk Perusahaan
A. Tingginya Turnover Rate
Skill mismatch dapat menyebabkan meningkatnya turnover rate atau frekuensi karyawan meninggalkan perusahaan. Skill mismatch dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan karena kualifikasi yang tidak sesuai dengan posisinya. Hal ini meningkatkan kemungkinan karyawan meninggalkan perusahaan.

B. Meningkatnya Biaya Rekrutmen
Besarnya turnover rate dapat menyebabkan perusahaan harus lebih sering melakukan rekrutmen dan lebih berhati-hati dalam menilai kompetensi calon karyawan. Hal ini tentu meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan untuk proses rekrutmen.

C. Menurunnya Produktivitas dan Pendapatan Perusahaan
Kompetensi yang kurang sesuai dapat menyebabkan kurangnya produktivitas karyawan. Hal ini bisa berdampak pada penurunan produktivitas dan pendapatan perusahaan.

D. Risiko Kesehatan dan Keselamatan
Dalam industri tertentu, skill mismatch dapat menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan jika karyawan tidak memiliki keterampilan atau pelatihan yang diperlukan untuk melakukan tugas mereka dengan aman. Misalnya, seorang pengemudi taksi sebaiknya mendapatkan pelatihan khusus terkait safety driving untuk mengurangi risiko kecelakaan karena kelalaian dalam mengemudi.

3. Masalah untuk Masyarakat

A. Semakin banyaknya lulusan perguruan tinggi yang berstatus pengangguran
Ketika terjadi mismatch antara keterampilan yang dimiliki lulusan pendidikan tinggi dan kebutuhan pasar kerja, hal ini bisa menyebabkan tingkat pengangguran yang lebih tinggi di kalangan lulusan perguruan tinggi. Ini terjadi karena lulusan perguruan tinggi mungkin tidak memiliki keterampilan spesifik yang dibutuhkan oleh pasar kerja, atau karena pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi mereka terbatas jumlahnya.

B. Kesenjangan Pendapatan
Skill mismatch dapat memperlebar kesenjangan pendapatan, karena pekerja dengan keterampilan yang tidak cocok atau keterampilan yang tidak up-to-date bisa mendapatkan penghasilan lebih rendah. 

Solusi untuk Kamu dan Indonesia
Mengatasi skill mismatch memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:

1. Perubahan dalam Kurikulum dan Metode Pendidikan
Pendidikan harus lebih fokus pada pengembangan keahlian yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini dan masa depan.

2. Kerjasama antara Industri dan Institusi Pendidikan
Perlu adanya kerjasama yang lebih erat antara industri dan institusi pendidikan untuk memastikan lulusan memiliki keahlian yang dibutuhkan.

3. Budaya Lifelong Learning
Belajar seharusnya tidak lagi dipandang sebagai kewajiban yang selesai dalam 12 tahun. Kini belajar harus dilakukan sepanjang masa, agar keterampilan tenaga kerja dapat tetap update dengan perkembangan zaman dan kebutuhan industri. Pemberi kerja dan tenaga kerja harus memiliki kesadaran dan upaya untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di dalam konidis industri yang terus berubah. Untuk itu, PINTAR mendukung kamu untuk meningkatkan keterampilan dengan menyediakan kursus dengan topik-topik yang relevan dengan kebutuhan industri. Kursus apa saja yang dapat kamu ikuti? Yuk lihat di sini!

 

 

Online Business LIFESTYLE CAREER FINANCES
Share this article

Related Articles